sarkarinaukrirojgar.com, Jakarta Kasus flu burung yang terjadi belakangan ini di beberapa negara membuat Badan Kesehatan Nasional Indonesia (Kemenkes RI) semakin waspada.
Laporan baru dari Organisasi Kesehatan Dunia yang dirilis pada 11 Mei 2024 menyatakan bahwa kasus flu burung A (H9N2) pada manusia telah terdeteksi pada seorang anak yang tinggal di negara bagian Benggala Barat, India. Anak tersebut memiliki riwayat terpapar burung dan kini telah pulih dan dipulangkan dari rumah sakit.
Achmad Farchanny Tri Adryanto, Direktur Surveilans Kesehatan dan Karantina Kementerian Kesehatan RI, mengatakan timnya akan terus memantau jenis virus flu burung yang berpotensi menular ke manusia.
“Sesuai kesepakatan internasional, di bidang kesehatan manusia, strain yang dipantau adalah HPAI (highly patogenic avian influenza) yaitu H5 level 4 dari Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Labkesmas) dan LPAI (low patogenic avian influenza) yaitu H7. , H9 , dan lain-lain dari Laboratorium Kesehatan Rujukan Nasional,” Sehatnegeriku mengutip penjelasan Farchanny di Jakarta, Kamis, 13 Juni 2024.
HPAI merupakan virus avian influenza yang sangat patogen dan menyebabkan penyakit parah dan angka kematian yang tinggi pada unggas yang terinfeksi. Sedangkan LPAI merupakan virus avian influenza berukuran kecil yang tidak menimbulkan gejala atau penyakit ringan pada ayam atau ayam.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, strain flu burung HPAI dan LPAI A dapat menyebabkan infeksi ringan hingga berat pada orang yang terinfeksi.
Di Indonesia, surveilans HPAI strain H5 dilakukan melalui surveilans sentinel penyakit menular (ILI) dan sindrom pernafasan akut (SARI), dari faktor risiko kontak langsung dengan unggas terkontaminasi yang mati atau tiba-tiba tertular.
Pengawasan terhadap penyakit ISPA dan faktor risikonya kemudian ditingkatkan untuk mendeteksi dini dugaan flu burung, lanjut Fashani.
“Kami mengimbau ayam, bebek, sapi, atau hewan ternak lainnya untuk mengelola hewan ternak dan area peternakan dengan melakukan kebersihan dan sanitasi yang baik, sering melakukan disinfeksi, dan mencuci tangan,” lanjutnya.
Ia juga mengimbau untuk tidak menjual hewan yang sakit dan segera melaporkan jika ada hewan ternak yang mati mendadak, apalagi dalam jumlah besar, segera.
Fashani mengatakan Indonesia melakukan pengawasan maritim di pintu masuk negara untuk meningkatkan kesadaran akan risiko penularan penyakit pada unggas. Hal ini terutama ditujukan bagi wisatawan dari negara-negara yang pernah melaporkan kasus infeksi flu burung.
Ia menjelaskan: “Pertama, memperkuat pengawasan terhadap orang asing dan pelaku perjalanan domestik dari negara atau wilayah yang pernah dilaporkan kasus flu burung, termasuk pengawasan terhadap manusia, pelaku perjalanan di pelabuhan, bandara, jalur udara dan pos di pantai barat negara tersebut.
“Kedua, memperkuat pengawasan dan pemeriksaan terhadap pelaku perjalanan, terutama di wilayah/negara yang telah terdeteksi kasus flu burung pada manusia. Mereka yang menunjukkan gejala penyakit mirip influenza (ILI) dan berisiko terpapar unggas atau produk unggas.” Dan sesuai Pedoman Praktis Pengumpulan Sampel Swab. “
Ketiga, Indonesia juga memperkuat surveilans kasus penyakit mirip influenza di titik sentinel karantina kesehatan UPT ke-14. dan mendapatkan desain dari Pelaku Perjalanan Asing (PPLN) sesuai pedoman yang berlaku.
Keempat, koordinasi dengan dinas kesehatan, puskesmas, dan rumah sakit rujukan setempat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman dan pengendalian manusia terhadap flu burung dengan menggunakan contoh dari lembaga kesehatan masyarakat dan lembaga referensi nasional (yaitu Pusat Penelitian Ilmu Kesehatan).
Kelima, jika wisatawan diketahui memiliki gejala penyakit mirip influenza, harap ikuti pedoman pengujian dan pengobatan yang berlaku.
Keenam, berbagai departemen di wilayah kerja pusat karantina kesehatan melakukan inisiatif dan koordinasi.