Ketua Junior Doctors Network: Indonesia Satu-Satunya Negara yang Tak Gaji Mahasiswa PPDS

0 0
Read Time:2 Minute, 21 Second

sarkarinaukrirojgar.com, Jakarta Hasil skrining Kementerian Kesehatan RI terhadap gejala depresi yang dialami 2.716 mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) tengah menjadi perbincangan hangat.

Dari 12.121 mahasiswa PPDS yang bekerja di 28 rumah sakit vertikal, 22,4 persennya mengalami gejala depresi.

Menurut Ketua Jaringan Dokter Muda (JDN) Indonesia Tommy Dharmawan, salah satu faktor penyebab depresi pada PPDS adalah minimnya pendapatan. Terkait hal itu, Tommy merekomendasikan agar peserta PPDS mendapat gaji dari rumah sakit tempatnya bekerja. 

Ada alasan mengapa spesialis medis potensial ini perlu dibayar. 

“Mengapa gaji ini begitu penting? Karena para PPDS ini sudah memasuki masa dewasa, dimana rata-rata berusia 30 tahun, sudah menikah, sehingga memang membutuhkan uang untuk kehidupan sehari-hari, kata Tommy dalam media briefing bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI) secara online. ) pada hari Jumat. (19/4/2024).

Ia menambahkan, PPDS di seluruh dunia menerima gaji dari rumah sakit tempatnya bekerja. Di Malaysia, calon dokter spesialis diberi gaji sekitar Rp15 juta. Sedangkan di negara maju seperti Singapura, peserta PPDS mendapat 2.650 dolar Singapura.

Sementara Indonesia menjadi satu-satunya negara di dunia yang tidak memberikan gaji kepada PPDS.

“Indonesia satu-satunya negara di dunia yang tidak memberikan gaji kepada PPDS. Padahal, dalam Undang-Undang Pendidikan Dokter tahun 2013 disebutkan bahwa pemerintah wajib memberikan gaji kepada PPDS,” jelas Tommy.

Ketiadaan gaji PPDS menjadi sumber depresi, lanjut Tommy.

“Tidak memberikan gaji kepada PPDS merupakan sumber depresi bagi PPDS. Jadi permasalahan ini harus ada solusinya, bukan sekedar masalah.”

Salah satu solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut, menurut Tommy, adalah dengan memberikan gaji kepada PPDS.

“Solusi pertama adalah memberikan gaji kepada PPDS karena itulah sumber depresinya.”

Selain pemberian gaji, solusi kedua yang bisa dilakukan adalah dengan mengurangi beban kerja PPDS.

“Kenapa? Karena di dunia sudah ada aturan jam kerja. Khusus PPDS, jam kerja harus dibatasi kurang dari 80 jam per minggu.”

Tommy paham, orang-orang di PPDS butuh human down time. Di sisi lain, mereka juga memerlukan waktu untuk belajar.

“Pelatihan bagi PPDS itu praktis, jam terbang yang banyak tentunya akan membuat PPDS semakin terlatih dan kualitas pelayanan pasien juga akan baik.”

“Saya jadi PPDS sekitar 8 tahun yang lalu, jadi saya paham kalau jam kerjanya memang manusiawi. Bisa dibayangkan kalau PPDS bekerja lebih dari 80 jam dalam seminggu, tentu mengantuk, tentu ada kesalahan manusia. .

Solusi ketiga yang perlu dilakukan adalah mengurangi beban administrasi. Di beberapa rumah sakit, beban PPDS menjadi lebih berat karena adanya beban administrasi.

“Misalnya pencatatan jumlah operasional atau pencatatan database, serta pencatatan kode pelayanan untuk BPJS, nah, ini jangan sampai menjadi tugas PPDS.”

“Jadi usulan kita ada tiga mengenai masalah depresi ini. Setelah melakukan wawancara dan mengalami sendiri selama 6 tahun menjadi PPDS di rumah sakit universitas, usulan yang pertama adalah memberikan gaji kepada PPDS tersebut, yang kedua, human day, yang ketiga, hingga mengurangi atau menghilangkan beban administrasi yang menghambat PPDS,” tutupnya. 

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Hindari Stres Mahasiswa PPDS, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Lakukan MMPI

0 0
Read Time:1 Minute, 47 Second

Surabaya – Siapapun bisa mengalami stres dan depresi, termasuk dokter. Selama beberapa waktu terakhir, masyarakat khususnya di sekitar sekolah sangat prihatin dengan apa yang menimpa para dokter di Program Pendidikan Kedokteran.

Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair), Profesor Budi Santoso, mengakui depresi bisa menimpa siapa saja. Termasuk para dokter yang sedang menerima PPDS, kata Profesor Bose atau Budi Santoso, usai pengukuhan dokter spesialis di FK Onir, Rabu (26/6/2019). karena banyaknya kasus di luar negeri.” 2024)

Profesor Buss menekankan bahwa sekolah mana pun bisa menimbulkan stres. Lanjutnya, tidak peduli perguruan tinggi atau universitas kedokteran khusus mana yang merawat pasien, anak kecil pun bisa mengalaminya. Pertimbangkan untuk membuat proses pembelajaran ramah dan bersahabat. “Suasana yang tercipta bisa menyenangkan namun tidak menakutkan,” ujarnya.

Untuk mencegahnya, tambah Profesor Buss, dokter yang ingin mengambil spesialisasi harus mengambil MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory).

MMPI adalah tes psikologi yang dirancang untuk menilai kepribadian dan psikopatologi. Tes ini bertujuan untuk mendeteksi kondisi kesehatan mental, sehingga seorang profesional dapat menentukan apakah seseorang yang mengikuti tes MMPI menderita penyakit mental atau tidak.

Menurut Profesor Buss, proses rekrutmen spesifik juga mempengaruhi kriteria berikut. Dengan kata lain, jangan melamar bidang atau spesialisasi yang tidak sesuai dengan keahlian Anda. “Di sinilah peran MMPI,” jelasnya, “apakah domain ini sesuai untuk dokter yang bersangkutan?

“MMPI sangat mendukung dan membantu dalam membimbing kebutuhan para klinisi,” lanjutnya. Ia berpesan agar Anda tidak memaksakan diri untuk memeriksakan diri ke dokter spesialis yang ternyata tidak kompeten dan tidak sesuai dengan kebutuhan Anda. Nanti bisa berakibat serius, depresi, tutupnya.

Moh Maksum Zainori, salah satu dokter spesialis berdedikasi, mengatakan ada kalanya ia mendapat banyak tekanan, misalnya saat bertugas, saat operasi, dan merawat pasien. Dokter bedah ini mengatakan, sebagai seorang dokter, merawat pasien harus seperti merawat diri sendiri.

Dokter asal Kediri lulusan Fakultas Kedokteran UPN Jakarta ini punya tips mengurangi stres. Salah satu yang dilakukannya adalah berbicara dengan sang ibu sebelum operasi. “Setelah ibu saya menelpon, biasanya banyak semangat dan motivasi yang muncul,” ujarnya.

Selain itu, untuk menghilangkan stres, ia menceritakan hobinya bermain sepak bola kepada teman-temannya. Dia berkata: “Jika Tuhan menghendaki, ketegangan akan hilang dan kami akan melaksanakan pekerjaan ini dengan gembira dan damai.”

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %