BKKBN Sebut Ibu yang Alami Baby Blues di Indonesia Capai 57 Persen

0 0
Read Time:2 Minute, 4 Second

sarkarinaukrirojgar.com, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jakarta menyebutkan 57 persen ibu baru di Indonesia terkena bayi biru. Jumlah tersebut merupakan yang tertinggi di Asia untuk kelompok bayi biru.

“57 persen ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues, angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara dengan risiko baby blues tertinggi di Asia,” kata Perwakilan Bidang Kesejahteraan Keluarga dan Penguatan Keluarga di BKKBN Nopian Andusti secara online, dikutip Antara. .

Mengingat tingginya angka baby blues pada kalangan ibu baru di Indonesia, BKKBN memandang perlu adanya peningkatan pengetahuan dan pemahaman ibu-ibu dalam Pembinaan Keluarga (BKB) jika terjadi baby blues.

Nopian menjelaskan, baby boom disebabkan oleh penurunan hormon yang menyebabkan perubahan suasana hati. Selain itu, perubahan hidup ketika seseorang menjadi seorang ibu juga berperan dalam meningkatkan risiko bagi orang yang harus membesarkan anak tersebut.

Sementara itu, Psikolog Naftalia Kusumawardhani mengatakan, kondisi negatif saat hamil juga meningkatkan risiko baby blues.

“Kehamilan itu berat bagi seorang ibu, kemanapun selama sembilan bulan membawa bayi bukanlah hal yang mudah, bagi calon ibu yang sedang hamil pasti merupakan saat yang menyenangkan, namun bagi yang tidak menyangka akan hamil. ibu hamil, pernah mengalami masalah, konflik dengan keluarga, dan lain-lain, masa kehamilan ini bisa membuat frustasi,” kata Naftalia.

 

Gejala bayi biru mungkin akan dirasakan ibu beberapa hari setelah dilahirkan. Sedikit banyak baby blues muncul dalam waktu 2-3 hari setelah ibu melahirkan anaknya.

Biasanya terjadi dua hingga tiga hari setelah lahir dan berlangsung sekitar dua minggu setelah lahir, kata Nuran Abdat, dokter spesialis anak yang bekerja di Klinik Brawijaya Kemang & RS UMMI Bogor untuk kedua kalinya.

Menurut Nuran, banyak hal yang dirasakan para ibu terkait bayi biru. Pada fase tersebut, ibu akan mengalami gelombang emosi yang naik turun.

“Masih ada perubahan emosi ya, yang jelas gangguan emosi itu yang namanya perubahan emosi,” kata Nuran.

Selain perasaan naik turun, ibu juga bisa mengalami perasaan lain. Ibarat rasa sedih yang meluap-luap hingga membuat Anda sering menangis.

Sedih sekali, mudah lupa, susah berpikir, semangat tinggi, banyak menangis, kata Nuran.

Selain itu, Nuran menambahkan, pada masa bayi biru, ibu mungkin kurang tidur dan merasa cemas karena takut tidak bisa merawat bayinya dengan baik.

Nuran mengungkapkan, bayi biru sendiri merupakan awal dari kondisi lain yang disebut Postpartum Depression (PPD).

Faktanya, bayi berwarna biru dapat meningkatkan risiko depresi pasca melahirkan. Seperti yang Anda ketahui, kulit bayi dan warna kulit bayi merupakan dua kondisi yang berbeda. Kini, tak sedikit orang yang menganggap keduanya sama.

“Nampaknya bayi biru adalah hal pertama atau kemungkinan seseorang bisa menghadapi masalah hukuman terakhir.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Ibu Hamil dan Baru Melahirkan Rentan Stres, Ini Ciri-Ciri yang Paling Terlihat

0 0
Read Time:3 Minute, 20 Second

sarkarinaukrirojgar.com, Jakarta – Kehamilan dan persalinan merupakan masa yang penuh kegembiraan namun juga merupakan masa yang penuh stres bagi para ibu. Perubahan fisiologis dan hormonal serta tuntutan baru dalam merawat bayi yang kurang tidur dapat menimbulkan stres bagi ibu.

Stres yang tidak terkontrol dapat berdampak buruk pada kesehatan ibu, seperti kecemasan dan insomnia. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan seorang ibu dalam merawat anaknya dan membahayakan kesehatan mental dan fisiknya.

Psikolog sekaligus konsultan Like Puspassari mengatakan, stres pada ibu hamil kerap muncul pada trimester ketiga hingga persalinan.

“Mulai trimester ketiga, ibu merasa tidak nyaman di tubuhnya. Perutnya mulai besar sekali, sebelah kiri tidak nyaman, sebelah kanan tidak nyaman, saya capek,” kata Leeke. Dalam konferensi media pada Selasa, 2 April 2024 di Jakarta.

Selain perubahan fisik, ibu juga mengalami perubahan hormonal yang dapat menyebabkan stres pada ibu hamil dan ibu baru. Hormon estrogen dan progesteron akan meningkat saat hamil dan menurun saat persalinan.

“Ketika (hormon) turun, kecemasan, ketakutan, berpikir berlebihan.”

Bayi berwarna biru ini dapat menyebabkan depresi pasca melahirkan pada ibu dan juga meningkatkan hormon kortisol yang mempengaruhi respon tubuh terhadap stres.

Penyebab stres lain pada ibu hamil dan nifas adalah perubahan kebiasaan. Mulai dari kurang tidur, gerakan yang berlebihan atau tidak tepat, emosi yang tidak terkendali, kecemasan anak dan lain-lain.

Jika ibu tidak mendapatkan dukungan atau bantuan yang cukup, hal-hal di atas akan menimbulkan stres.

 

Stres adalah respons alami tubuh terhadap perubahan dan tuntutan. Meski stres merupakan hal yang umum terjadi, namun penting bagi para ibu untuk mengenali tanda-tandanya agar dapat dikelola dengan baik.

Leeke mengatakan gejala stres pada ibu hamil antara lain nyeri dada dan sesak napas.

Ada juga gangguan penglihatan, perut dan otot, mudah lupa, cepat lelah, detak jantung cepat, jelasnya.

Tidak semua ibu hamil mengalami stres

Ibu hamil yang sedang stres juga sering kali kurang tertarik pada hobi atau kegemarannya dan mudah tersinggung. Leeke menegaskan, hal tersebut mungkin tidak dialami semua ibu hamil karena kondisi kesehatan setiap orang berbeda-beda.

“Tentu saja, situasinya berbeda-beda pada setiap orang karena pengaruh hormon.”

Ciri-ciri ibu hamil

Sementara itu, gejala stres pada ibu baru adalah nafsu makan tinggi atau rendah, penghindaran terhadap lingkungan sekitar, kesedihan yang berkepanjangan, serta perasaan sedih dan takut. 

“Pokoknya lama sedih, nangis. Selalu takut, ada pula yang takut tapi tidak peduli,” kata Lieke.

Jika Anda menjumpai hal di atas, penting untuk segera mencari cara mengatasinya. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Dibutuhkan dukungan dan bantuan dari lingkungan, keluarga dan terutama pasangan untuk mengatasi stres ibu hamil dan nifas. 

Leek menjelaskan, hal ini sangat penting untuk kesehatan ibu. Ketika ibu lelah dan perlu istirahat, hendaknya suami membantu istrinya mendapatkan istirahat yang cukup. Seperti membantu mengerjakan pekerjaan rumah, atau membantu menjaga anak untuk sementara waktu.

Selain itu, para ibu disarankan untuk menghindari makanan manis, banyak mengonsumsi lemak dan protein, serta tidur sebanyak atau sesedikit mungkin.

Artinya, tidur sebanyak-banyaknya, kalau ada kesempatan tidur, kita tidur, kata Leake.

Melakukan hal-hal yang membuat Anda bahagia dan nyaman juga akan membantu menenangkan pikiran dan tubuh Anda. Kegiatan ini bisa dimulai dengan olahraga ringan, seperti yoga dan senam hamil.

Sang ibu juga bisa meyakinkan dirinya sendiri bahwa penyakitnya bisa hilang dan semuanya akan baik-baik saja, “Kami juga butuh dukungan. Katakan pada diri sendiri bahwa ini normal dan kami bisa melakukannya.”

Sementara itu, bagi ibu baru, jika gejala stres sudah sampai pada titik di mana ibu tidak dapat merawat bayinya, maka diperlukan bantuan profesional bagi ibu. 

Ketika seorang ibu mengalami stres saat hamil, dampaknya baik bagi bayi maupun ibu bisa sangat parah. Berikut dampak stres pada ibu hamil seperti yang dijelaskan Leeke: Kelainan pembentukan janin. Mengurangi daya tahan tubuh. Gerakan janin berkurang. Berat badan lahir rendah. kelahiran prematur Pendarahan dan tekanan darah tidak stabil. Bayi dalam kandungan tidak mendapat cukup oksigen. IQ anak menurun. penyakit tidur Amukan remaja, mudah tersinggung, dll. Anak-anak lebih rentan mengalami gangguan perkembangan seperti autisme dan ADHD.

Pada saat yang sama, stres pada ibu baru menyebabkan masalah menyusui, seperti kehilangan ASI, mengganggu hubungan ibu dan anak, serta dapat memicu depresi pasca melahirkan.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %