sarkarinaukrirojgar.com, Jakarta – Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi memastikan satelit internet Starlink milik Elon Musk telah mendapat sertifikat Uji Efisiensi Operasional atau ULO. Dengan diperolehnya sertifikat ULO, Starlink dapat menjalankan bisnisnya di Indonesia.
“Begini, ini sudah diuji, ULO sedang uji operasi yang benar, bahwa Starlink memenuhi kriteria untuk uji operasi yang benar di Indonesia. Tapi nanti dia akan uji lagi, layanan dan semua jenisnya. Mei,” kata Menkominfo . dan Informasi Budi Arie Setiadi saat ditemui di Kantor Kominfo Jakarta, Selasa (30 April 2024).
Lebih lanjut Budi menjelaskan, untuk mendapatkan sertifikat kesesuaian operasional, Starlink harus mematuhi regulasi Indonesia.
“Intinya kita minta kita patuhi regulasi di Indonesia, kalau BPH itu frekuensinya ya. Supaya kita sebagai negara tetap bisa mengontrol, (kita khawatir kalau ada) game online di sana, pornografi di sana, lalu kita menang. Kita bisa mencapainya (jika kita tidak mematuhi aturan), kata Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie.
Meski bisa mengoperasikan layanan tersebut di Indonesia, Budi mengatakan Starlink cocok memberikan layanan di wilayah 3T, bukan perkotaan.
Sebab, dari segi bisnis, harga internet satelit dinilai mampu bersaing dibandingkan layanan internet internasional.
“Itu (internet satelit) cocok untuk 3T, tapi tidak di perkotaan karena harga itu tidak cukup kalau kalah di perkotaan. Teknologi satelit cocok untuk daerah, tapi di Jakarta kita pakai satelit,” ujarnya. .
Budi mengatakan jaringan satelit lebih cocok untuk memberikan layanan bisnis di wilayah yang infrastrukturnya sulit dijangkau, seperti mobile base station dan fiber optic.
“Kalau dia (Starlink) mau retail silakan saja, tapi wilayah Indonesia Timur sulit kalau tidak punya teknologi satelit. Jangan disangka Starlink bisa dipakai di Jakarta, Starlink sama sekali tidak kompetitif. karena internet di Jakarta sudah kencang,” kata Budi.
Selain itu, meskipun Starlink telah mendapatkan sertifikasi ULO, pemerintah selalu menegakkan bahwa Starlink atau ISP harus mengikuti aturan yang sama seperti ISP atau operator seluler lainnya.
Sebelumnya, Starlink dikabarkan telah mendapat izin menawarkan layanan di Indonesia. Direktur TI, Direktur Jenderal Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Aju Widya Sari menceritakan hal tersebut.
Aju mengatakan Starlink telah lolos ULO (Uji Efisiensi Operasional). Perusahaan jasa internet satelit itu juga dikabarkan telah mendapatkan SKLO (Surat Keterangan Laik Operasi).
Hasilnya lolos uji kelayakan. Dengan demikian disetujui, kata Aju usai menemui APJATEL di sela-sela acara Halal Bihalal. Itu sebabnya, menurut Aju, Starlink sudah mendapat izin beroperasi di Indonesia.
Selain itu, ia mengatakan dengan izin tersebut, Starlink Indonesia sebagai operator telekomunikasi memiliki tanggung jawab dan hak yang sama dengan penyedia layanan lain di Tanah Air.
Makanya tidak ada perbedaan. Jadi semuanya sama karena mereka adalah penyedia jasa telekomunikasi di Indonesia, jelas Widya.
FYI, menurut pelacakan Tekno sarkarinaukrirojgar.com, layanan internet satelit dari PT Starlink Services Indonesia kini sudah bisa dipesan. Informasi ini dapat ditemukan di Starlink.com.
Rinciannya, biaya berlangganan perangkat yang diusulkan sebesar Rp 750.000 per bulan dan biaya perangkat keras sebesar Rp 7.800.000.
Pengguna harus mendaftar terlebih dahulu untuk menerima layanan internet satelit ini. Jika layanan sudah siap, pelanggan akan menerima notifikasi.
Selain itu, Starlink mengklaim siap dikirim. Tak hanya itu, perusahaan juga menjanjikan masa uji coba selama 30 hari.
Di sisi lain, Lilly S. Wasitova, seorang insinyur penerbangan dan pakar teknologi luar angkasa, mengatakan pemerintah perlu mempertimbangkan masalah keamanan dan kebebasan saat memberikan izin kepada operator satelit untuk bekerja di Indonesia.
Masuknya Starlink bisa menjadi penyebab terganggunya keamanan dan kemerdekaan India. Saya tidak yakin Indonesia sudah mengkaji dua aspek tersebut secara menyeluruh ketika Starlink mendapat izin usaha, Lilly katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (24 April 2024).
Ia menilai teknologi antariksa terkesan senyap dan terlihat oleh mata, namun berpotensi mengancam keamanan dan kebebasan negara.
India, sebagai negara yang menolak keberadaan Starlink, tentunya telah melakukan penelitian ekstensif mengenai kemungkinan risiko terhadap keamanan dan yurisdiksi. Salah satu faktor keamanan yang ingin Anda jaga adalah informasi pribadi dan demografi komunitas.
“Kepentingan pemerintah dan organisasi bisnis tidak bisa diseimbangkan. Saya berharap Indonesia sebagai negara merdeka bisa mencontoh India dalam menjaga keamanan dan kebebasan, sedangkan Starlink langsung melayani masyarakat,” kata Lilly.
Pemerintah harus melindungi Indonesia, negara kepulauan yang memiliki kekuatan ekonomi besar dan jumlah penduduk besar, dari ancaman terhadap kebebasan dan kesejahteraan rakyatnya yang mungkin timbul dari upaya-upaya yang merugikan negara. BACA JUGA: Menteri Komunikasi dan Informatika mengatakan Starlink akan diuji di IKN pada Mei 20243 dari halaman 4 Penelitian akan dibuka untuk umum Roket Falcon 9 lepas landas dari landasan peluncuran 40 di Pangkalan Angkatan Udara Cape Canaveral di Florida, AS, Kamis (23 /05/2019). SpaceX sebelumnya meluncurkan satelit Starlink ke orbit tetapi gagal. (AP Photo John Raoux) Lilly khawatir dengan rencana pemerintah menggunakan Starlink untuk pertama kalinya di IKN. Apalagi IKN merupakan calon ibu kota Indonesia yang dinilai sangat strategis.
Menurut dia, sebelum Kominfo memberikan izin usaha kepada Starlink, sebaiknya laporan detail kebutuhan layanan komunikasi melalui satelit dan kajian keamanan nasional terlebih dahulu dibuka untuk umum.
Tujuannya untuk menginformasikan kepada masyarakat betapa dibutuhkannya telekomunikasi satelit di Indonesia.
Dengan demikian, ancaman terhadap ideologi, politik, ekonomi, masyarakat, kebudayaan, pertahanan dan keamanan (ipoleksosbudhankam) dapat dikurangi.
Untuk mengurangi potensi ancaman terhadap ipoleksosbudhankam, Lilly mengatakan Indonesia harus memiliki data kemampuan satelit yang dimiliki perusahaan nasional.
Lilly mengatakan kebutuhan telekomunikasi satelit saat ini masih bisa dipenuhi dengan satelit nasional yang ada.
Selain itu, BAKTI Kominfo baru-baru ini meluncurkan satelit SATRIA yang memiliki kapasitas terbesar di Asia melalui Pasifik Satelit Nusantara (PSN).
“Apakah sumber daya yang dimiliki perusahaan satelit nasional sudah dimanfaatkan dengan baik? Hitung dulu kebutuhan dan risiko keamanannya. Kalau sudah punya perkiraan kebutuhannya, manfaatkan dulu sumber daya yang ada. Kalau belum punya bisa pakai sumber daya eksternal sumber daya,” pungkas Lily.