sarkarinaukrirojgar.com, Jakarta – Makan merupakan salah satu kebiasaan kelangsungan hidup manusia. Adaptasi tersebut menjadikannya hidangan umum di setiap daerah di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Guru Besar Antropologi Universitas Padjadjaran (Unpad), Seto Nurseto. Sebagai contoh, kata dia, makan ayam akan lebih sedikit menjadi menu makanan manusia dibandingkan makan makanan laut. Selain itu, setiap daerah akan mengembangkan pangan dari produknya.
“Adat istiadat dan kepercayaan juga mempengaruhi apa yang boleh dan tidak boleh dimakan oleh suatu komunitas Seto, Sabtu, 23/11/2024, mengatakan, “Misalnya suatu daerah melarang makan sidat, karena menganggap sidat itu saudara jauh.”
Finalis MasterChef Indonesia ini menambahkan, bagi yang menganggap belut adalah makhluk berwarna putih yang hidup di laut, sebaiknya perhatikan baik-baik.
“Sebenarnya sidat sangat tinggi proteinnya,” kata guru besar jurusan ilmu pangan dan budaya ini.
Belut adalah salah satu sumber makanan lokal yang paling sehat. Berbicara mengenai pangan lokal, Khairul Anwar SGZ, MSI, dari Departemen Makanan dan Minuman Indonesia (YAMMI), menjelaskan bahwa tempat tersebut bisa mengandalkan produk lokal.
“Katakanlah, di daerah bogo ada buah bogo. “Nilai yang bagus, karena masyarakat Bogor memanfaatkan potensi pangan daerahnya.”
“Tempat itu tentang budaya, terutama dalam hal makanan tradisional. “Cenderung bertambah banyak di setiap daerah,” kata Khairul.
Khairul juga mengatakan dengan menggunakan bahan-bahan lokal akan memudahkan dalam menciptakan pola makan sehari-hari atau kebiasaan makan yang sehat.
Beberapa orang banyak membaca rekomendasi makanan dari sumber berita luar negeri, sehingga makanan yang tinggi nutrisi diketahui antara lain ikan salmon dan biji-bijian.
“Sebenarnya biji-bijian bukanlah produk utama di Indonesia. Kami juga tidak melakukan program salmon besar-besaran. “Tapi kita kaya akan banyak jenis ikan di Indonesia, selain salmon,” kata Khairul.
Ia menjelaskan, ketika berbicara tentang kacang almond, orang akan berpikir tentang kacang almond. Padahal, kacang hijau yang harganya murah juga punya nilai gizi.
“Orang memilih kemahiran karena mereka punya rasa hormat. Ada begitu banyak pilihan makanan yang setara. Masalahnya adalah, jika orang tidak terpapar pada makanan tersebut, mereka tidak tahu makanan itu ada di sana.”
Mengonsumsi makanan lokal adalah salah satu aspek SELARAS.
SELARAS adalah singkatan dari Balanced, Focused, Natural, Versatile dan Conscious. Ini adalah panduan makan sehat dan berkelanjutan yang diterbitkan oleh situs makanan berkelanjutan, Eat.
Konsep SELARAS memandu masyarakat untuk mengonsumsi makanan bergizi seimbang. Makanannya organik dan menggunakan bahan-bahan alami untuk mengurangi bahan kimia makanan.
Jangan lupa, simpan beragam makanan dalam satu piring dan manfaatkan untuk makan enak atau tahu kapan waktunya makan.
Dalam perbincangan tersebut, Jaqualine Wijaya, CEO dan pendiri Eatink, menawarkan solusi pangan sehat dan murah, terutama dengan menanamnya sendiri.
“Kalau mau pangan enak dan murah simpan sendiri. Sistem yang paling banyak dibicarakan adalah pertanian yang meniru sistem pertanian,” ujarnya.
“Kawasan hutan memiliki jenis tanaman yang berbeda-beda. Hanya ekosistem yang akan berkembang. “Misalnya hewan apa yang harus diperhatikan dan pohon apa yang ditanam untuk mencegah hama, sehingga tidak perlu menggunakan pestisida yang merugikan ekosistem,” kata Jacqueline.
Sederhananya, prinsip bertani ini juga bisa dilakukan di rumah. Jika Anda memiliki taman kecil di rumah, tanamlah berbagai jenis tanaman. Ide bertani ini tidak membutuhkan selembar kertas berukuran besar.
“Hanya saja banyak sekali standar yang harus dipatuhi. “Salah satunya tidak menggunakan pupuk yang berpotensi merusak tanah dan menurunkan produktivitas kebun.”
Pelestarian ekosistem merupakan salah satu tujuan pertanian. Saat ini, hanya sedikit masyarakat Indonesia yang lebih memilih untuk mengonsumsi satu jenis makanan pokok, padahal kita memiliki beragam pangan lokal, terutama nasi, yang penggunaannya 13-46 kali lebih banyak dibandingkan jenis lainnya.
“Kita perlu menerapkan pelat yang berbeda untuk melestarikan spesies ini,” kata Jacqueline.