sarkarinaukrirojgar.com, Tim Nasional Pemenangan (TPN) pasangan calon Presiden DKI Jakarta dan Wakil Presiden III, Dr. Drifa Sjebana M.Ks mengatakan, selain gagap, TBC atau TBC juga merupakan masalah kesehatan. Ganjar Pranovo dan Mahfoud MD.
Jika Ganjar-Mehpod terpilih sebagai presiden dan wakil presiden, maka kedua masalah kesehatan ini akan menjadi prioritas Ganjar-Mehpod.
“TBC dan dorongan adalah dua permasalahan besar yang harus kita atasi. Kita ingin melakukan pencegahan dorongan karena penting untuk menemukan TBC sejak dini,” kata Drifa Sjebana dalam dialog publik dengan tim sukses calon presiden dan wakil presiden: Mengakhiri TB Perlombaan estafet terakhir dijadwalkan pada 31 Januari 2024 di Jakarta.
Salah satu upaya untuk menemukan penderita TBC dan menekan kasus yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis adalah program andalan pasangan Ganjar-Mahfoud, yaitu program Satu Desa, Satu Fasilitas Kesehatan, Satu Tenaga Kesehatan, dan 10 Juta Rumah Layak Huni.
Drifa juga mengatakan, pasangan Ganjar-Mahfoud akan memiliki tim TBC yang akan menangani mereka jika nantinya terpilih sebagai presiden dan wakil presiden pada pemilu 2024, kata calon presiden dan wakil presiden lainnya.
Dalam sesi yang sama, tim calon presiden dan wakil presiden lainnya juga turut berpartisipasi dan berbicara mengenai upaya memerangi tuberkulosis. Ganis Irawan, SpPD, Dewan Pakar Tim Nasional Anis-Muhammin (AMIN), mengatakan fokus utama adalah upaya promotif dan preventif dalam pemberantasan tuberkulosis.
Sementara itu, Tim Kemenangan Nasional (TKN) Prabhu-Gibran menyatakan jika menang, kemungkinan akan dibentuk lembaga pemberantasan TBC.
Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan akan dibentuk badan pemberantasan TBC secara nasional, mulai dari presiden, menteri, TNI hingga masyarakat. Siapa pun yang menang, kita harus bersatu untuk memberantas TBC, kata Deputi. Dewan Pakar Konservasi, Dr. Benjamin P. Octavian, SpP.
Di penghujung acara, tiga tim sukses calon presiden dan wakil presiden menandatangani komitmen bersama untuk memberantas tuberkulosis pada tahun 2030.
Ada 3 bidang pilihan masyarakat Indonesia, yaitu: melibatkan secara serius masyarakat yang terkena TBC dalam upaya pengendalian TBC. Memprioritaskan pendanaan TBC di tingkat nasional dan daerah pada sektor kesehatan. Mempromosikan akses dan ketersediaan layanan TB berkualitas berbasis hak dan gender di fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta.
Ketua Yayasan Stop TB Partnership Indonesia, Dr. Nurul Nadia H.W. Luntungan mengatakan, Indonesia merupakan negara kedua di dunia yang mengidap TBC, dan pada tahun 2023, masih ada ratusan ribu orang yang mengetahui kondisi TBC dan masih menulari masyarakat.
“Ada masyarakat yang terdiagnosis TBC namun belum mendapat pengobatan. Mungkin karena mereka tidak tahu tentang TBC atau karena malu dengan stigma dan diskriminasi,” kata Nurul.
Norul juga berpesan kepada ketiga kelompok tersebut bahwa siapa pun yang menang pada pemilu 2024 hanya bisa memberantas TBC secara bersama-sama.
“Hanya dengan kerja sama, kepemimpinan yang kuat dan investasi yang berdampak serta kolaborasi multisektor, Indonesia dapat mencapai pemberantasan TBC pada tahun 2030,” kata Nurul.
Arlina Burhan, konsultan paru dari RS Persahbatan Jakarta yang mempelajari TBC, hadir saat itu. Ia mengatakan siapa pun presidennya bisa fokus pada permasalahan tuberkulosis di Indonesia.
“Saya ingin TBC menjadi perhatian khusus bagi Anda semua yang telah ditunjuk dan dipercaya oleh masyarakat Indonesia. Fokus pada TBC dan lakukan yang terbaik untuk mencapai pemberantasan pada tahun 2030,” kata Arlina.
Tuberkulosis bukan hanya masalah medis, tegas ahli phthisiologist. Berdasarkan pengalaman medisnya selama lebih dari 30 tahun, masalah kesehatan yang disebabkan oleh tuberkulosis sangat sedikit.