sarkarinaukrirojgar.com, Jakarta – Kebiasaan meninggalkan atau membuang makanan merupakan hal yang patut dihindari. Pasalnya, setiap hidangan memiliki cerita untuk dihadirkan di piring dan meja.
“Makanan harus kita hargai, setiap hidangan yang ada dihadapan kita ada ceritanya dan kita harus lebih menghargainya, tidak mudah untuk membuangnya begitu saja,” kata ilmuwan senior di Asia Tenggara ini. Institut Teknologi Pangan dan Pertanian (SEAFAST), Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Purwiyatno Hariyadi pada konferensi pers pertama Food (Fi) Asia Indonesia 2024, di Jakarta, Senin (22 Juli 2024).
Kebiasaan membuang atau meninggalkan makanan berdampak buruk terhadap lingkungan. Selain itu, Indonesia juga merupakan salah satu negara paling tercemar di dunia.
Berdasarkan statistik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui United Nations Environment Programme (UNEP) 2022, Indonesia menghasilkan 20,93 juta ton sampah makanan setiap tahunnya.
Hal ini mengakibatkan defisit pemerintah sebesar Rp 213 triliun per tahun atau setara dengan 4% produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Tidak hanya secara umum, menurut Islam, membuang makanan merupakan hal yang tidak disukai Allah SWT.
Hal tersebut diungkapkan Profesor Buya Yahya dalam penelitian yang diposting di channel YouTube Al-Bahjah.
“Allah tidak ridha terhadap orang-orang yang terbiasa dengan kemewahan dan pemborosan. Makanya kami ingatkan, silakan selesaikan makannya, kata Buya Yahya.
Buya Yahya juga memberikan nasehat tentang kekurangan pangan, yaitu makan secukupnya.
“Jangan selesai makan terlalu cepat. Jadi ada aturannya, saat makan, makanlah secukupnya dulu jika memungkinkan. “
Buya Yahya mengomentari martabat sebagian orang yang sengaja tidak memakan semuanya agar tidak disebut serakah atau berdarah biru.
“Jangan biasakan menyisakan sebutir nasi pun, ini jahiliyah (kebodohan), ‘jangan habiskan makan, kita darah biru. Jadi kalau makan disisihkan sedikit, itu tandanya kita sudah kenyang. orang yang melanggar syariah, menyia-nyiakan kesempatan kita, makan sampai pekerjaan selesai.”
“Artinya apa yang ada di piringmu, kamu makan sampai habis. Buya Yahya berkata: “Ukurlah dengan cermat, makan secukupnya, jika kurang maka tambahkan lagi, jangan biasakan menyisakan sisa.”
Mengingat kebiasaan membuang makanan merupakan hal yang tidak baik, maka istilah masakan berkelanjutan kini menjadi populer.
Masakan bisa disebut seni santapan atau ilmu masakan. Tidak hanya enak dan menyehatkan, masakan juga perlu memperhatikan nilai-nilai keberlanjutan.
Menurut Sekretaris Jenderal Ikatan Kuliner Indonesia (IGC) Dr. Ray Wagiu Basrowi. Menurutnya, kuliner berkelanjutan merupakan proses seni kuliner yang mengutamakan keseimbangan antara kebutuhan kuliner dengan kelestarian lingkungan, sosial, dan ekonomi.
“Hal ini mencakup penggunaan makanan yang diproduksi dengan cara yang ramah lingkungan, mendukung petani dan petani lokal, serta mengurangi limbah makanan dan menggunakan sumber daya alam secara lebih efektif”. 18 2024.
Pakar kesehatan masyarakat ini menambahkan, setidaknya ada 5 prinsip penting dalam masakan berkelanjutan, yaitu: Sumber bahan baku
Prioritaskan pangan yang bersumber secara lokal dan musiman untuk mengurangi perubahan iklim dan mendukung perekonomian lokal. Arsitektur produksi
Gunakan metode pangan dan pengolahan yang ramah lingkungan, seperti pertanian organik dan metode memasak tradisional. Kesejahteraan sosial
Memastikan seluruh rantai pasok pangan berkeadilan dan mendukung penghidupan seluruh pemangku kepentingan, termasuk petani, nelayan, dan pekerja restoran. Pengelolaan sampah
Kurangi sampah makanan dengan menggunakan bahan makanan utuh yang dikomposkan. Kesehatan konsumen
Menyediakan pangan yang sehat dan bergizi untuk menunjang kesehatan konsumen.