sarkarinaukrirojgar.com, Jakarta – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) resmi mengurangi jumlah bandara internasional di Indonesia. Langkah ini dinilai tepat untuk mewujudkan pemerataan ekonomi.
Salah satunya datang dari Asosiasi Maskapai Nasional Indonesia (INACA). Menurut asosiasi, pengurangan jumlah bandara internasional di Indonesia akan meningkatkan konektivitas transportasi udara nasional.
Di banyak bandara internasional sebelumnya, pola penerbangan bersifat point-to-point. Sedangkan model penerbangan nasional akan kembali ke model hub dan berbicara dengan lebih sedikit bandara internasional. Dengan model hub and spoke, konektivitas transportasi udara akan lebih terjaga dan pembangunan nasional berkeadilan.
“Dengan model hub and spoke, bandara-bandara di kota-kota kecil akan bertahan dan menjadi penopang bandara (sub-hub) di kota-kota besar,” kata General President INACA Denon Praviradinata dalam keterangannya, Senin (29/4/2024). )
Dia menjelaskan, bandara subhub ini akan menjadi buffer bandara hub dan menghubungkan penerbangan asing dengan bandara internasional. Dengan begitu, seluruh bandara bisa berfungsi, konektivitas penerbangan terbangun dan pembangunan merata.
Dalam model hub and spoke, hal ini juga meningkatkan pemerataan pembangunan, selain konektivitas transportasi udara. Ia mengatakan, bisnis penerbangan nasional diharapkan juga semakin meningkat dan semakin efektif dan efisien sehingga meningkatkan pelayanan kepada penumpang.
Jika banyak bandara internasional maka berbanding terbalik karena akan lebih banyak penerbangan internasional dibandingkan penerbangan domestik sehingga konektivitas nasional tidak akan terbangun.
“Selama ini penerbangan internasional point-to-point lebih menguntungkan bagi maskapai asing, dimana mereka justru menggunakan model hub and spoke di negaranya, dan hanya mengantarkan penumpang ke Indonesia sebagai pasarnya, namun tidak menciptakan konektivitas nasional,” ujarnya. ditekankan.
Denon, sebaliknya, menganggap banyak bandara internasional rentan dari sudut pandang pertahanan dan keamanan. Karena itu berarti membuka banyak pintu masuk di Indonesia yang semua pintu tersebut perlu dijaga.
Namun jika bandara tersebut memiliki terlalu sedikit penerbangan internasional maka akan menjadi tidak efektif dan efisien karena fasilitas dan staf CIQ (Bea Cukai, Imigrasi dan Karantina), panitia FAL dan hal-hal lain yang diperlukan oleh bandara internasional harus disediakan.
“Pengaturan pemerintah mengenai jumlah bandara internasional juga beralasan karena bandara yang berstatus penggunaan domestik pada prinsipnya dapat melayani sementara penerbangan luar negeri untuk tujuan tertentu,” ujarnya.
Deklarasi, kegiatan atau event internasional; dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional seperti pemberangkatan dan pendakian haji; industri pariwisata dan perdagangan; bantuan bencana,” tutup Denon.
Ke-17 bandara yang dipilih sebagai bandara internasional adalah sebagai berikut:
1. Bandara Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, Aceh
2. Bandara Kualanamu, Deli Serdang, Sumatera Utara
3. Bandara Minangkabau, Padang Pariaman, Sumatera Barat
4. Bandara Sultan Siyarif Kasim II, Pekanbaru, Riau
5. Bandara Hang Nadim, Banten dan Kepulauan Riau
6. Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten
7. Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, DKI Jakarta
8. Bandara Kertajati, Majalenka, Jawa Barat
9. Bandara Kulonprogo, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta
10. Bandara Juanda, Sidorjo, Jawa Timur
11. Bandara I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali
12. Bandara Zainuddin Abdul Madjid Lombok Tengah, NTB
13. Bandara Sultan Aji Mohd Sulaiman, Balikpapan, Kalimantan Timur
14. Bandara Sultan Hasanuddin, Maros, Sulawesi Selatan
15. Bandara Sam Ratulangi Manado Sulawesi Utara
16. Bandara Sentani, Jayapura, Papua
17. Bandara Komodo, Labuan Bajo, NTT
PT Angkasa Pura Indonesia (InJourney Airports) menyambut baik langkah Pemerintah dalam menetapkan status bandara internasional di seluruh Indonesia.
Kementerian Perhubungan membatalkan penetapan 17 bandara internasional menjadi bandara domestik. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor KM 31 Tahun 2024 tentang Penetapan Bandar Udara Internasional dan Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor KM 33 Tahun 2024 tentang Penetapan Bandara Internasional . pengaturan. Bandara.
Faik Fahmi, Direktur Utama Bandara Injorni, mengatakan perintah Menteri Perhubungan ini sejalan dengan program transformasi Bandara Injorni terkait proses struktural bandara-bandara Indonesia.
Mendorong pertumbuhan pariwisata dan ekonomi melalui pengelolaan ekosistem penerbangan yang lebih baik, termasuk bandara, dengan tujuan membangun konektivitas udara yang lebih efisien dan efektif.
Sedangkan sebelum keluarnya Keputusan Menteri Perhubungan RI, KM 31 Nomor 31 Tahun 2024, ada 31 Bandara Injerni yang berstatus internasional di Indonesia.
“Sebenarnya banyak bandara yang berstatus internasional, tapi sudah lama tidak ada penerbangan internasional, atau ada penerbangan internasional tapi hanya 2-3 kali dalam seminggu,” kata Faik Fahmy, Senin (29/4/ 2024). ) ). .
“Tidak efisien dan banyak fasilitas di terminal internasional yang disiapkan sesuai standar peraturan digunakan secara terbatas. Sudah lama tidak aktif seperti fasilitas rontgen dan ruang tunggu di terminal. Jadi , pemerintah perlu menata ulang,” ujarnya.
Melalui proses transformasi bandara yang diawali dengan mergernya PT Ankasa Pura I dan PT Ankasa Pura II, InJourney Airports akan menerapkan model lokalisasi di 37 bandara yang dikelolanya.
Dalam konsep lokalisasi, bandara ada yang diposisikan sebagai HUB dan ada pula yang diposisikan sebagai SPOKES. Kedepannya, bandara yang tidak berstatus internasional bukan berarti akan sulit diakses oleh penumpang/wisatawan internasional. Namun dengan model HUB dan SPOKE, konektivitas yang baik dapat dibangun dari bandara hub ke seluruh wilayah di Indonesia.
Model ini merupakan praktik terbaik dalam industri penerbangan global, diterima secara umum di banyak negara dan terbukti lebih efektif, kata Feige.
Dia mencontohkan Amerika Serikat yang memiliki sekitar 2.000 bandara, dan hanya 18 bandaranya yang berstatus internasional/pintu masuk penerbangan internasional ke Amerika, dan masuknya pelaku perjalanan internasional ke Negeri Paman Sam itu dibuat-buat. dari 18 bandara tersebut. Kemudian dapat dengan mudah terhubung dengan bandara internasional lainnya.
Sebagai contoh, sebelum Ingerny Airports mengelola 37 bandara, 31 bandara berstatus internasional dan 6 bandara berstatus domestik. Dari 31 bandara yang berstatus internasional, pasca terbitnya KM 31 tahun 2024, sebanyak 16 bandara berstatus internasional dan 15 bandara teknik berstatus domestik.
Rinciannya, 16 bandara yang dikelola saat ini ditetapkan berstatus internasional. Di antaranya Bandara Sultan Iskandar Muda Aceh, Bandara Kualanamu Deli Serdang, Bandara Minangkabau Padang, Bandara Sultan Sayarif Kasim II Pekanbaru, Bandara Hang Nadim ‘Batam, Bandara Soekarno Hatta Tangerang, Bandara Hajmarajlim Jakarta, dan Bandara Marajkan.
Bandara Internasional Yogyakarta Kulon Progo, Bandara Juanda Surabaya, Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali, Bandara Sainuddin Abdul Madjid Lombok, Bandara SAMS Sepingan Balikpapan, Bandara Sultan Hasanuddin Makassar, Bandara -Sam Ratulangi Manado dan Bandara Sentani adalah yang terdekat.
“Kami optimis dengan penerapan peraturan Kementerian Perhubungan, struktur bandara nasional akan lebih baik dan berdampak positif terhadap konektivitas udara dan pariwisata di Indonesia,” kata Faik.