slot jepang
0 0
Read Time:2 Minute, 55 Second

sarkarinaukrirojgar.com, Jakarta – Avast, perusahaan yang terkenal dengan software antivirusnya, kedapatan diam-diam menjual data browsing penggunanya.

Kasus Avast ini pastinya mengejutkan banyak orang karena perusahaan tersebut sudah lama dikenal sebagai perusahaan yang melindungi privasi.

Seperti dikutip The Verge, Jumat (23/2/2024), Avast didenda $16,5 juta (sekitar Rs 257 miliar).

Ini merupakan denda terbesar dalam sejarah karena pelanggaran privasi dan merupakan pelajaran penting bagi pengguna untuk berhati-hati saat memilih perangkat lunak keamanan siber.

Akibat kejadian ini, banyak pengguna yang menyadari bahwa mereka harus memilih software yang benar-benar aman, andal, dan tidak menjual data Anda.

Kasus ini terungkap setelah Motherboard dan PCMag melakukan penyelidikan bersama terhadap praktik privasi data Avast pada tahun 2020.

Tak lama setelah laporan ini keluar, Avast langsung menutup cabang pengumpulan datanya yang bernama Jumpshot.

Perusahaan tersebut menghindari kesalahan tersebut, dengan mengatakan bahwa mereka menghapus informasi identitas sebelum menjual data pengguna.

Namun, FTC menemukan bahwa Avast “gagal menganonimkan informasi penelusuran pengguna secara memadai”.

Sebaliknya, perusahaan menjual data dengan pengidentifikasi unik untuk setiap browser, bersama dengan situs web yang dikunjungi, stempel waktu, jenis perangkat dan browser yang digunakan, serta lokasi.

FTC juga menuduh Avast menyesatkan penggunanya dengan mengatakan bahwa perangkat lunak mereka dapat menghilangkan pelacakan web — bahkan jika mereka sendiri yang dilacak.

 

Selain denda sebesar 257 miliar rupiah, FTC memerintahkan Avast untuk berhenti menjual atau melisensikan data penelusuran apa pun kepada pengiklan.

Tak hanya itu, perusahaan juga harus menghapus seluruh data penelusuran yang diperoleh Jumpshot.

Avast juga diharuskan memberi tahu pelanggan yang terkena dampak, dengan mengatakan bahwa data mereka telah dijual tanpa sepengetahuan mereka.

“Kami berkomitmen terhadap misi kami untuk melindungi dan meningkatkan kehidupan digital masyarakat,” kata juru bicara Avast Jess Manney dalam sebuah pernyataan kepada The Verge.

“Meskipun kami tidak setuju dengan tuduhan FTC dan penafsiran faktanya, kami dengan senang hati menyelesaikan masalah ini dan berharap dapat terus melayani jutaan pelanggan kami di seluruh dunia.”

Di sisi lain, IBM baru saja merilis laporan terbarunya mengenai tren keamanan siber global yang disebut IBM X-Force Threat Intelligence Index 2024.

Dalam laporan IBM ini, perusahaan mengungkapkan krisis global di mana semakin banyak penjahat dunia maya yang mengeksploitasi identitas pengguna.

 Hanya pada tahun 2023 IBM

Indonesia sendiri pun tak luput dari serangan para pelaku kejahatan siber tersebut, mengingat dunia online Tanah Air telah dilanda berbagai aksi peretasan dan kebocoran data selama setahun terakhir.

“Seperti kita ketahui, Indonesia telah mengalami beberapa insiden keamanan siber, baik di sektor publik maupun swasta,” kata Roy Kasasih, presiden dan CEO IBM Indonesia, dalam keterangannya.

Oleh karena itu, langkah pertama dalam melindungi data dan platform kami adalah dengan mengidentifikasi permasalahan dan permasalahan yang ada.

IBM

Kebanyakan hacker menggunakan teknik phishing untuk melakukan aktivitasnya dan kemudian menggunakan aplikasi normal.

Sekali lagi, malware merupakan insiden yang paling umum terjadi, mewakili 45 persen serangan siber di kawasan Asia-Pasifik. Ransomware adalah pemimpin di segmen ini.

Ditemukan bahwa sektor manufaktur merupakan sektor yang paling banyak menjadi sasaran penjahat dunia maya, dengan 46 persen insiden terjadi sepanjang tahun.

Tentu saja, konsekuensi serangan yang paling sering terlihat di area ini adalah reputasi merek dan pencurian data.

Sementara itu, pemerasan, perusakan dan kebocoran data terus menjadi ancaman paling serius.

“Meskipun serangan siber yang menggunakan kecerdasan buatan (AI) mendapatkan banyak perhatian, kenyataannya perusahaan masih menghadapi tantangan keamanan yang lebih besar akibat tindakan yang dilakukan penjahat siber,” kata Roy.

Penggunaan identitas yang dicuri, phishing, dan eksploitasi aplikasi rutin masih menjadi tantangan keamanan yang serius baik secara global maupun regional.

“Situasi ini mungkin akan semakin buruk jika pelaku kejahatan siber mulai menggunakan kecerdasan buatan untuk mengoptimalkan serangan siber mereka,” tutupnya.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
100 %