sarkarinaukrirojgar.com, SURABAYA — Psikolog Pendidikan Dian Ariana dari Universitas Airlangga (Unair) mengomentari komentar penonton mengenai depresi pasca konser usai menonton konser Taylor Swift di Singapura. Depresi pasca konser merupakan guncangan psikologis di mana orang merasa sedih atau hampa setelah konser selesai.
Atika menuturkan, depresi pasca konser merupakan bentuk emosi yang terasa melankolis dan menimbulkan kesedihan mendalam usai konser. Menurutnya, perasaan tersebut tidak terdiagnosis sebagai gangguan jiwa.
Namun hal ini bukan hal yang sepele dan patut diperhatikan karena akan mempengaruhi kelangsungan kehidupan sehari-hari, kata Atika, Kamis (21/3/2024).
Atika menjelaskan, depresi pascakonser bisa terjadi akibat ekspektasi tinggi yang dibangun sebelum konser. Secara umum, baik penonton maupun penggemarnya mempunyai ekspektasi yang tinggi terhadap konser tersebut dan merencanakan sesuatu yang menyenangkan selama konser.
Banjir emosi dan perasaan bahagia terekspresikan selama konser berlangsung, ekspektasi tinggi yang dibangun sebelum konser membuahkan hasil maksimal. Namun luapan emosi inilah yang menjadi faktor penyebab depresi pasca konser pada penonton dan penggemar.
“Rasa bahagianya tidak bisa diungkapkan, apalagi konser tersebut merupakan hal yang sudah lama ditunggu-tunggu. Namun, setelah konser berakhir, mereka mengalami perubahan suasana yang ekstrim. Mereka harus kembali beraktivitas sehari-hari yang mana tidak semudah saat konser,” ungkapnya.
Ia menambahkan, faktor lain yang dapat menyebabkan depresi pascakonser adalah kehidupan pascapandemi yang terjadi tiga tahun lalu. Masa pandemi membuat mobilitas dalam hidup menjadi terbatas, terutama dalam menghadiri konser. Konser tersebut menjadi momen yang paling dinantikan dalam hidup pasca pandemi.
Atika mengatakan, salah satu gejala yang terlihat pada penderita depresi pasca konser adalah pikiran negatif, kesedihan mendalam, dan sulit move on dari suasana konser. Sulit untuk move on sehingga membuat ingin kembali ke konser lagi.
“Bahkan beberapa penggemar yang sedang berjuang untuk move on rela melakukan tur ke negara lain untuk merasakan getaran yang sama. Terkadang, ada tambahan stres atau kecemasan karena konser tersebut tidak dapat terulang dalam hidup mereka,” ujarnya.
Atika mengatakan, mengobati orang yang menderita depresi pasca konser sama saja dengan mengobati depresi. Salah satunya, interaksi dengan orang-orang di sekitar kita di lingkungan kita. Ini membantu orang untuk kembali ke kehidupan nyata.
Attica menyerukan gaya hidup sehat untuk diciptakan kembali. Mulailah mengatur jadwal istirahat, pola makan, dan pikiran Anda. Selain itu, kegiatan perencanaan harus dilakukan untuk meningkatkan rasa kehidupan nyata.
“Pertama-tama segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita datang dan pergi. Bisa datang kapan saja dan bisa juga pergi kapan saja. Namun kita harus ingat bahwa hidup ini tidak stagnan, kita harus memulainya lagi dan terus melangkah maju dan maju. mengambil langkah selanjutnya yang harus dilaksanakan,” katanya.