Penulis: Budi Setiawan – Pendiri Institut Sepak Bola.
Batavia, sarkarinaukrirojgar.com – Sepekan terakhir (15-22 Desember 2024) ada fenomena yang cukup menggembirakan di masyarakat mengenai kesuksesan timnas Indonesia di AFF 2024. Yang pertama adalah dox (bullying digital) terhadap polisi sepak bola Tommy “Bung Towel”. “Oke.
Tovel, yang dikenal karena kritiknya yang terus-menerus terhadap kinerja tim nasional, termasuk terhadap pelatih Shin Tae-yong (STY), menghapus jejak online dan informasi pribadinya dan juga mendapat pelecehan berat di media sosial.
Netizen pun mulai mengunggah foto Presiden PSSI Eric Tohir yang mengenakan peta saat menyaksikan pertandingan Indonesia-Laos di Stadion Manahan Solo.
Ketika Linteus berkomentar bahwa kurangnya perencanaan dan strategi strategis STY berarti dia tidak dapat merebut ibu kota dengan paksa, dia menjadi sasaran intimidasi oleh pengguna STY Crowd, yang mengakibatkan doxxing dan informasi serta pertanyaan/informasi pribadi tersebar secara online. media sosial.
Handuknya disebut gadget kebanjiran, kalau ditelepon orang-orang menyebutnya pendukung STY, dan WA kebanjiran. Tak berhenti sampai disitu, ia juga menyerang keluarganya sendiri, termasuk murid putrinya.
Kesempatan kedua adalah kekalahan 1-0 dari Filipina yang menghalangi Indonesia mencapai semifinal Piala AFF, sehingga memicu kritik keras terhadap latihan STY dari penonton, pengamat, dan petinggi PSSI.
Ketidakpuasan tersebut tercermin dari pernyataan Presiden Eric Tohir soal kinerja timnas AFF 2024. Kritik kemudian menjadi trending dan kurang dari 24 jam muncul, dengan trending topik lain yang diangkat di beberapa media sosial Indonesia: “#STY tidak bisa berbuat apa-apa selain naturalisasi pemain”, #PSSI bukan apa-apa tanpa #alergi tidak” lalu mereka menyerang Institusi dan data pribadi PSSI dengan tagar #erickout.
Analisa fakta dan data yang baik menunjukkan arah wacana di media sosial menyikapi peristiwa sepak bola yang awalnya mendapat kritik, kemudian berupaya membantah kritik tersebut, bahkan berupaya menciptakan. Tujuannya untuk mengalihkan persepsi masyarakat dari topik pembahasan dalam agenda tersebut.
Fenomena Anti Kritik dan Pembengkokan Narasi Fenomena anti kritik dan kontra narasi menjadi tren baru di media sosial selama satu dekade terakhir. Anna Arendt1 (1959) menggunakan “hashtag” dengan bantuan juru kampanyenya Joseph Goebbels untuk memulai apa yang sekarang dikenal sebagai politik populis dalam studi tentang kebangkitan pemimpin populis Adolf Hitler. “Rakyat Jerman” mengambil alih kekuasaan dan memperoleh dukungan publik untuk mentransformasi ideologi, politik, dan ekonomi Jerman (Randal G. Holcombe: 2021).
Menurut Holcomb dalam studinya, setidaknya ada beberapa elemen yang berkontribusi terhadap terciptanya fenomena tersebut, seperti keberadaan; aktor atau institusi intelektual, agenda, peluang, kekuasaan dan modal, nilai-nilai sosial, massa.
Karena kondisi ekonomi yang menguntungkan dan gejolak masyarakat, aktor opini publik menggunakannya untuk membentuk institusi tertentu guna memperoleh jabatan politik.
Kerumunan dalam psikologi sosial diartikan sebagai berkumpulnya orang-orang di satu tempat. Berbeda dengan kelompok, kumpulan atau aglomerasi melibatkan pengetahuan minimal antar individu. Oleh karena itu, menurut McDougall’s3, sisi emosional banyak orang menerima informasi yang disahkan karena penurunan fungsi intelektual.
Berbeda dengan kelompok yang bertukar pikiran melalui diskusi, kerumunan hanya menyampaikan satu sisi pendapatnya. Pengurangan ini menghilangkan rasa kritis dan memberi jalan pada perasaan sesaat atau impulsif.
Misalnya saja di amfiteater yang dipenuhi penonton sepak bola, fenomena ini terlihat. Tidak ada perdebatan dalam sebuah pertandingan sepak bola, penonton hanya memiliki reaksi emosional yang dapat didorong oleh nilai-nilai sosial, seperti jati diri keindonesiaan, ketahanan, harkat dan martabat atau kecenderungan ekstrim untuk kesenangan semata (asas kesenangan). Jadi kelompok ini agak sulit berpikir rasional dan sering kali menjadi liar dan emosional.
Kembali ke fenomena kontradiksi kritis dan distorsi naratif, kita bisa mencampuradukkan pertanyaan tersebut. Bagaimana tanda-tanda kerumunan di bidang penyakit tertarik ke ruang media sosial melalui kritik dan wacana negatif?
Apakah kebijakan untuk selalu melontarkan berbagai kritik sebagai perilaku kebencian? Apakah hanya dari komunitas sepak bola saja, atau justru merupakan upaya memutarbalikkan sejarah melalui narasi berbeda yang dibentuk sebagai masyarakat ke arah tersebut?
Dalam kasus doxing, kekejaman, dan penyerangan terhadap Bung Towel, kita melihat hashtag #erickout berdampak negatif pada setiap trending thread yang mengkritik kinerja pelatih Korea Selatan STY (yang mengkritik kinerja STY).
Sementara itu, Sock Institute mengkritik program STY, yang menggunakan media sosial untuk memicu kegilaan penyakit nasional kita dan “menjual” produk yang dipromosikannya (Hana Bank, Talent Management Agency, Mobil Hyundai, Mie Instan, peluncuran). akademi sepak bola dll).
Jika merujuk pada penelusuran terhadap orang Hanna, tentu salah satu pihak seperti saya (Lembaga Sepak Bola), Bang Alchuur dan Eric Tohir, adalah program perang yang mengkritisi karakter STY untuk meningkatkan citra nasional Indonesia. Tim kemudian mendorong STY untuk mencoba “menurunkan” dan “mempermalukan” dirinya.
Tentu saja, kebijakan sebaliknya tidak mungkin terjadi tanpa aktor, narasi, dan tujuan politik-ekonomi lainnya.
Dokter
Yang meresahkan dan cenderung tidak sehat adalah bagaimana kritik negatif tersebut dilakukan melalui doxing. Misalnya saja mencari artefak atau jejak digital bagian penting dari pelatih STY dan mempostingnya di media sosial tanpa izin. Bahkan artefak-artefak ini diubah oleh “kenangan” dan mengancam tidak hanya manusia, tetapi juga orang-orang terdekatnya. Merujuk pada Dr. Anto Sudarto4 (2024) kemudian mempunyai dua tujuan yang ingin dicapai.
Pertama, kelompok menghindari argumen dan narasi untuk menyingkirkan pihak lain dengan menjadikan musuh bersama dan membuka masalah pribadi. Dalam dunia media sosial, hal ini dikenal dengan Group Regrets. Dalam hal ini, Linteo dan Erick Thohir mulai melatih STY dan mengkritik timnas. Kedua, mengkritisi partai sebagai “korban” yang harus membela diri dan bila perlu mengagung-agungkannya sebagai pribadi yang sendirian melawan ketidakadilan, dalam hal ini STO.
Dalam konteks kedua ini, narasi kritik dan protes nampaknya ditujukan untuk melindungi STY dan menjadikannya sosok yang tidak bisa diganggu gugat, menegaskan posisi sejati STY sebagai penyelamat sepakbola Indonesia.
STY adalah tempat ibadah orang-orang yang diidentikkan dengan Nabi. Namun banyak orang yang tidak mengetahui bahwa STY menghabiskan lebih banyak waktu untuk membuat Instagram dan TikTok, menjual mie instan, berpartisipasi dalam iklan mobil Hyundai, menjadi bintang tamu di acara dan podcast, dan mengiklankan produk bank daripada mencurahkan seluruh energinya untuk itu. Latihan Timnas Indonesia. STY masih lebih akurat untuk jaringan yang sudah digital dan terdistorsi.
Dulu, menurut McDougall’s, massa yang kehilangan fungsi intelektualnya, kehilangan kemampuan berpikir kritis dan didorong oleh emosi momen, membutuhkan sosok STY sebagai acuan untuk mengidentifikasi dirinya. Mereka yang menjadi bagian dari populasi ini memiliki kesenangan dan kebanggaan tersendiri, dan mereka tampak senang menjadi penting bagi sebagian masyarakat tertentu, karena mereka menjadi kekuatan baru di media sosial dan komunitas sepak bola.
Kerumunan ini ada karena adanya STY, sehingga secara sadar dan tidak sadar mereka tumbuh dan berkembang biak sesuai dengan image yang disebarkan oleh agen dimana STY berada. Nasib Timnas dan PSSI yang meminta dana Rp 100 miliar untuk mendanai timnas tak ada sangkut pautnya dengan kerumunan tersebut.
Meski STY gagal mengalahkan Indonesia di Piala Dunia 2026, tim ini akan tetap mempertahankan PSSI sebagai STY. Bukan karena STY lebih baik dari yang lain, namun keberadaan kerumunan lebih penting dibandingkan menjaga perilaku STY. Paling Terkenal: Nurdin Khalid Ungkap Alasan Pemecatan Shin Tae-yong General Manager PSSI Formal Noordin Khalid mengungkap alasan pemecatan Shin Tae-yong yang menjanjikan pelatih asal Vietnam tersebut. Pengumuman ini menarik perhatian pembaca sarkarinaukrirojgar.com.co.id kemarin. sarkarinaukrirojgar.com.co.id 11 Januari 2025