sarkarinaukrirojgar.com, Jakarta Asma merupakan penyakit peradangan kronis pada saluran pernapasan yang ditandai dengan batuk, mengi, dan rasa berat di dada.
Menurut dokter spesialis paru dan pernafasan RS EMC Alam Sutera, Hezza Bigitha, batuk sebagai gejala asma bisa terjadi dengan atau tanpa dahak.
“Kemudian ada juga sesak napas dengan suara napas seperti mengi atau dada terasa sesak. Kadang bisa juga ada nyeri dada, kata Hezza dalam sarkarinaukrirojgar.com Senin Sehat Senin (27/5/2024).
Hezza menambahkan, asma biasanya bersifat intermiten. Artinya terjadi pada waktu-waktu tertentu, seperti malam dan dini hari.
Dalam kesempatan yang sama, dokter spesialis paru dan pernafasan dari RS EMC Sentul, Herman, juga menjelaskan penyebab asma.
“Jadi penyebab asma sendiri pada dasarnya adalah peradangan kronis pada saluran pernafasan. Nah, peradangan ini bisa terjadi karena dipicu oleh beberapa hal, kata Herman.
Menurut Herman, beberapa hal yang bisa memicu infeksi saluran pernapasan: Alergi.
“Faktor asma salah satunya juga bersifat genetik. Jadi ada ciri yang disebut atopik atau alergi yang biasanya diturunkan dari orang tua ke anak. Tapi tidak semua asma itu keturunan,” jelas Herman.
Melanjutkan persoalan asma keturunan, dokter spesialis anak RS Grha Kedoya Ezekiel Nathanael mengatakan, asma sebenarnya bisa terjadi karena faktor keturunan. Namun, besarnya potensi tergantung pada operatornya.
“Penyebabnya sebenarnya ada (faktor keturunan), jadi besar kemungkinannya tergantung dari pembawanya. Jadi semua ditentukan oleh orang tuanya.”
Artinya, bila kedua orang tuanya mempunyai riwayat alergi, maka kemungkinan terjadinya asma pada anak akan semakin tinggi. Namun, jika hanya salah satu orang tuanya yang menderita penyakit alergi, maka kemungkinan terjadinya asma pada anak akan lebih kecil.
Selain karena faktor keturunan, anak juga bisa terkena asma jika ada pemicunya. Faktor pemicu asma selain faktor keturunan cukup beragam.
“Merokok, asap kendaraan, pengharum ruangan, bedak, bahkan diffuser (mesin aromaterapi) juga bisa memicu serangan asma,” jelas dokter yang akrab disapa Kiel itu.
“Sebagian besar penyebab asma pada anak sebenarnya adalah apa yang dihirup oleh anak. Meski ada penyebab lain, seperti makanan seperti kacang-kacangan atau makanan laut, tapi juga bisa menyebabkan asma, tapi sebagian besar terhirup.”
Di masyarakat, gejala asma terkadang tidak langsung disadari. Misalnya, ketika ada gejala batuk, penderita mungkin tidak menyadari bahwa gejala tersebut ada kaitannya dengan asma.
Lalu bagaimana cara mendiagnosis asma agar pengobatan dilakukan dengan cepat dan benar? Mendengar hal ini Hezza menjawab.
Menurutnya, diagnosis harus mengacu pada definisi asma. Dimana dasar dari penyakit asma adalah peradangan pada saluran nafas.
“Jadi kita kembali ke definisi sebelumnya, pada dasarnya itu peradangan saluran napas, jadi biasanya ada gejala seperti batuk, mengi, dan sebelumnya definisinya intermiten yaitu pada malam hari.”
Untuk menegakkan diagnosis, dokter akan mewawancarai pasien karena riwayat penyakit menentukan 80 persen diagnosis asma.
Pertanyaan riwayat kesehatan umumnya berkisar pada riwayat genetik, kapan gejala muncul, bunyi napas atau tidak, dan lain sebagainya.
“Kami juga mengesampingkan diagnosis lain karena terkadang penyakit lain memiliki gejala yang sama, jadi mungkin kami memerlukan rontgen, scan dada, dan ada tes bernama spirometri untuk mengetahui fungsi paru-paru sehingga kami dapat mengetahui apakah ada penyumbatan saluran napas.” . jelas Hezza.