sarkarinaukrirojgar.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan perkembangan baru penerbitan asuransi, antara lain PT Asuransi Jiwa Prolife Indonesia atau dahulu PT Asuransi Jiwa Indosurya Sukses alias Indosurya Life, untuk Bumiputera hingga Jiwasraya.
Kepala Eksekutif Asuransi OJK, Pengawas Penjaminan dan Dana Pensiun Ogi Prastomiyono mengatakan, dalam kasus Jiwasraya, OJK mencatat per 31 Mei 2024, seluruh polis yang telah disetujui untuk Inovasi berubah menjadi IFG Life dan IFG Made by Life. Pembayaran seluruh klaim yang belum dibayar.
“OJK kini telah meminta Geoseraya untuk menyampaikan rencana pembersihan perusahaan selanjutnya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Ogi, merujuk keterangan tertulisnya, Rabu (12/6/2024).
Pemegang polis yang masih memiliki Jeevasraya akan mendapatkan keuntungan dari proses penyelesaian perusahaan sesuai kebijakan yang berlaku.
Sedangkan tentang Indosurya atau sekarang PT Asuransi Jiwa Prolife Indonesia (DL). Proses likuidasi PT Prolife (DL) masih berlangsung dan tim penyelesaian dari RUPS sedang berupaya menyelesaikan perusahaan tersebut, kata OJK.
Hingga akhir Maret 2024, terdapat 1.688 permohonan pemegang polis dengan hak tertulis nominal Rp663,77 miliar dan 7.921 perusahaan asuransi grup dengan hak terdaftar Rp20,8 miliar.
“OJK kini menunggu penyelesaian saldo oleh kelompok hingga selesai,” ujarnya.
Sementara itu, mengenai perkembangan Asuransi Bumiputera, Ogi menyampaikan pada tanggal 31 Mei 2024, AJBB menyampaikan hasil RUA luar biasa tanggal 28 Tahun 2024 yang antara lain memuat informasi revisi RPK AJBB. AJBB menyampaikan revisi RPK tersebut kepada OJK melalui surat tertanggal 4 Juni 2024.
“Saat ini OJK sedang mengkaji amandemen tersebut untuk memastikan bahwa langkah-langkah ekonomi tersebut dapat digunakan untuk memberikan informasi kepada pemegang saham dan membantu perusahaan untuk bekerja di masa depan,” jelasnya.
Strategi penilaian termasuk mengubah aset tetap menjadi aset likuid, menggunakan sebagian besar hasil konversi aset tersebut untuk membayar jumlah yang sama untuk semua klaim, dan membuat perusahaan terus beroperasi di masa depan.
“Semua langkah tersebut bertujuan untuk memastikan AJBB tetap beroperasi di masa depan dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tutupnya.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Eric Thohr menjelaskan, pihaknya tidak pernah menutup mata terhadap permasalahan yang terjadi di badan usaha milik negara. Menurut Eric Thohr, aturan mengatur situasi yang sama.
“Saya tidak pernah bilang kita sempurna, kok kalau ada orang seperti ini kita putuskan,” kata Eric kepada Komisi VI DPR RI dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara di Jakarta, Jumat (7/6/2024). kerja bersama. bertemu dengan ).
Eric menambahkan, jika masih ada oknum di BUMN maka akan ditindak tegas, misalnya saat kantor BUMN menyampaikan kepada Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan jembatan pengacara kasus Indofarma langsung bekerja sama dengan kantor BUMN.
Eric juga menjelaskan, ada hal lain yang masih bisa dicheck and balance oleh pihaknya, seperti peringatan dini informasi keuangan untuk segera dianalisis oleh Otoritas Pengawasan Keuangan Pertumbuhan (FDA).
“Kami berusaha menghilangkan ini dan terima kasih atas dukungannya selama ini, tapi saya tidak bisa menutup mata, masih ada 90 persen pasien lama, itu menunjukkan 10 persen pasien baru juga ada. berusaha memberikan solusi,” tutupnya.
Dalam rapat kerja gabungan tersebut, Amin AK, anggota Komisi VI DPR RI di hadapan pengurus PKS, mengatakan 90 persen permasalahan di BUMN adalah sejarah masa lalu.
“Kalau isinya tidak dibaca masyarakat, kemungkinan besar BUMN akan mendapat banyak masalah, padahal saya kira 90 persen masalah itu terjadi sebelum diambil Pak Eric dan Mas Teco,” kata Amin.
Amin menjelaskan banyak permasalahan di BUMN seperti Jyosaraya, Asabri, Garuda, Deepan BUMN. Lalu ada kasus PT Taima yang sedang berjalan dan kasus Antam yang sedang ramai.
Sebelumnya, salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diperbarui. Kali ini PT Kimia Farma Tbk (KAEF) yang dirugikan miliaran rupee. Kini, menurutnya kerugian besar Kimia Farma disebabkan oleh rekayasa keuangan.
Staf Khusus III Menteri BUMN Arya Sinulinga menjelaskan, saat ini Kantor BUMN sedang mendalami penyebab kerugian Rp 10 miliar di Kimia Farma. Untuk sementara diasumsikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh rekayasa keuangan anak perusahaan.
“Kimia itu seperti itu. Itu rekayasa keuangan,” kata Arya dikutip Antara, Kamis (6/6/2024).
Kementerian Tenaga Kerja BUMN mendeteksi adanya dugaan pencucian uang yang dilakukan oleh kantor Kimia Farma. Namun, dia tidak menyebut secara detail perusahaan jasa tersebut. “Hasilnya sudah ada, tinggal kita realisasikan saja,” kata Arya.
Arya menjelaskan, dugaan rekayasa keuangan yang dilakukan anak usaha Kimia Farma berbeda dengan dugaan penipuan di PT Indopharma.
Beda, mereka (organisasi Chemia Pharma), rekayasa keuangan. Beda dengan Indo (Indopharma), uangnya hilang, diambil, tapi direkayasa, digelembungkan, jelas Arya.
Arya juga menjelaskan, dugaan rekayasa keuangan yang dilakukan anak perusahaan Alchemy Pharma adalah proyek penjualan atau distribusi yang sukses. Namun nyatanya penjualannya kurang bagus.
“Misalnya dalam pendistribusian dan lain sebagainya, sepertinya penjualannya bagus semua, padahal tidak. KF (Kimia Farma) nak,” kata Arya.
Arya melaporkan, temuan dugaan rekayasa keuangan ini berdasarkan temuan audit internal PT Kimia Farma.
Artinya kalau tidak ada review internal dari KF (Kimia Farma), dari mana KF (Kimia Farma) akan mendapatkannya, karena itu yang dilakukan review internal, kata Arya.
Ditambahkan daerah, permasalahan lain yang dihadapi Kimia Farma adalah banyaknya pabrik yang berproduksi namun dianggap tidak menguntungkan.
“Dan satu lagi, KF (Kimia Farma) juga punya kendala di pabriknya. Artinya, sebagian besar pabriknya tidak untung, makanya dari 10 pabrik yang akan dikelola hanya 5 pabrik. Pabrik sebelumnya malah tidak diperlukan,” jelasnya. Arya.