sarkarinaukrirojgar.com, JAKARTA — Sebagian orang tua beranggapan tidak perlu khawatir dalam merawat gigi susu bayinya karena gigi susunya akan copot atau rontok pada saatnya nanti. Gigi susu akan menggantikan gigi permanen antara usia enam dan sembilan tahun.
Hingga masa pubertas, mereka dapat terus berganti gigi, dan dengan cara ini mereka telah matang sekitar 32 gigi. Namun, benarkah jika kita menganggap tidak perlunya merawat gigi susu?
Dokter gigi anak Alana Aluditasari mengatakan anggapan tersebut tidak benar. Faktanya, hal tersebut dapat menurunkan kualitas hidup anak.
“Jadi (prognosisnya) buruk, karena kalau cepat ditangani, anak akan lebih nyaman. Kalau ada lubang, umurnya akan diperpendek, bisa demam, sulit tidur,” kata dr. Alana Di Jakarta, Senin (18/03/2024).
Begitu orang tua melihat adanya lubang kecil pada gigi anaknya, sebaiknya segera memeriksakan atau mengobatinya ke dokter. Memang benar gigi susu tanggal, namun membiarkan bayi sakit gigi sambil menunggu tumbuhnya gigi permanen juga bukan keputusan yang baik.
Jika kebersihan mulut atau gigi anak tidak dijaga maka dapat menyebabkan karies dan gigi berlubang. Anak-anak juga mungkin mengalami sakit gigi, payudara bengkak, dan pipi bengkak.
Jika erupsinya besar dan gigi lama kelamaan hilang atau dokter harus mencabutnya, perlu diingat bahwa gigi permanen akan tumbuh. Jika gigi anak dicabut saat usianya baru tiga tahun, maka ia harus menunggu enam tahun hingga gigi sulung atau gigi permanennya tumbuh.
Faktanya, tidak merawat gigi sejak dini juga dapat mempengaruhi perkembangan gigi orang dewasa. Saat gigi dicabut juga akan terdapat ruang kosong yang dapat menimbulkan rasa nyeri.
“Kalau ada ruang kosong, ada syarafnya, begitu syarafnya rusak, anak tidak tidur, bangun tengah malam. Jika terjadi infeksi, jahitannya mungkin hilang. Bukan hanya minyak di gigi saja, demamnya cenderung turun, sehingga kalau daya tahan tubuh anak rendah, bisa membengkak lagi,” jelas dr Alana yang berpraktik di RS Pondok Indah-Puri Indah, Jakarta.