sarkarinaukrirojgar.com, Jakarta – Indonesia saat ini menghadapi tantangan kesehatan yang besar, khususnya dalam hal akses terhadap obat-obatan inovatif. Evie Yulin, wakil presiden International Pharmaceutical Group (IPMG), menyoroti rendahnya tingkat akses masyarakat terhadap obat baru yang diluncurkan di seluruh dunia.
“Selama 10 tahun terakhir, hanya sekitar 9% obat inovatif dunia yang tersedia di Indonesia. Dari 420 obat baru, hanya 42 yang masuk ke pasar Indonesia, angka yang tergolong rendah. Di kawasan Asia-Pasifik dan di antara negara-negara G20. ” 12 Desember 2024. Masyarakat memilih berobat ke luar negeri
Keterbatasan akses ini memaksa banyak pasien Indonesia berobat ke luar negeri sehingga mengakibatkan kerugian devisa hingga $11,5 miliar per tahun.
Selain itu, dampak ekonomi juga diwujudkan dalam hilangnya produktivitas akibat penyakit menular dan tidak menular yang diperkirakan mencapai $130 miliar per tahun. “Situasi ini telah menurunkan kualitas hidup masyarakat dan beban perekonomian nasional,” tambahnya. Kendala sistem dan kebijakan
Hambatan terbesarnya adalah terfragmentasinya lingkungan legislatif, yang membuat kompromi strategis untuk memperluas akses terhadap obat-obatan menjadi sulit.
Selain itu, sangat sedikit kebijakan terkait obat-obatan inovatif. Hanya dua persen dari seluruh obat-obatan inovatif yang tersedia dilindungi oleh jaminan kesehatan nasional (JKN). Memang benar, setiap warga negara mempunyai hak atas pengobatan yang berkualitas untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Evie Yulin menyoroti pentingnya kerja sama antara pemerintah, swasta, dan pemangku kepentingan lainnya. Dengan memperbaiki peraturan, meningkatkan koordinasi kelembagaan, dan memperkuat sistem kesehatan nasional Indonesia, negara ini dapat memperluas akses terhadap obat-obatan dan vaksin yang inovatif.
“Masyarakat Indonesia berhak hidup sehat dan produktif. Dengan akses yang lebih baik terhadap obat-obatan inovatif, kita dapat meningkatkan kualitas hidup mereka sekaligus mendukung “pertumbuhan ekonomi”.
Sebagai organisasi yang mengelola 27 perusahaan farmasi berbasis riset, misi utama IPMG adalah meningkatkan akses terhadap obat-obatan inovatif di Indonesia.
Program yang dilaksanakan IPMG merupakan bagian dari visi Kementerian Kesehatan, khususnya dalam bidang pencegahan dan promosi kesehatan. Mereka secara aktif berupaya mencegah berkembangnya penyakit kronis dan mengurangi beban penyakit menular.
IPMG juga fokus pada pendidikan kesehatan, membantu masyarakat memahami pentingnya penentuan waktu yang tepat untuk pemeriksaan dan pengobatan. Selain itu, organisasi ini mendukung pembangunan infrastruktur kesehatan, khususnya di daerah terpencil, untuk menjamin pemerataan akses terhadap layanan kesehatan di seluruh Indonesia. Dampak terhadap perekonomian
Kontribusi IPMG tidak hanya terbatas pada sektor kesehatan, namun juga pertumbuhan ekonomi. Dengan menciptakan lapangan kerja berkualitas tinggi bagi ilmuwan, dokter, apoteker, dan tenaga medis lainnya, IPMG mendukung perekonomian nasional.
“Kami bangga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus mempekerjakan tenaga profesional terampil di Indonesia,” pungkas Evie.
Dengan komitmen terhadap kolaborasi, inovasi dan transparansi, IPMG terus mendukung upaya peningkatan kualitas layanan kesehatan di Indonesia. Melalui langkah-langkah strategis, diharapkan Indonesia mampu mengurangi ketergantungan terhadap obat-obatan asing sekaligus meningkatkan kualitas hidup dan daya saing perekonomian global.