JAKARTA – Kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek yang masuk dalam rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) menuai kontroversi besar antara industri tembakau dan petani di seluruh Indonesia.
Di tengah banjir kritik tersebut, Nana Suryana, Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Petani Tembakau Indonesia (DPD APTI) Jawa Barat, menolak keras kebijakan tersebut.
Konsep ini kami tolak total. Pemerintah ingin berkontribusi dengan menerapkan peraturan ini, namun sayangnya kebijakan ini justru merugikan petani tembakau. Jika pemerintah mematuhi peraturan ini, dampak negatifnya akan terasa sepanjang tahun. 10) /2024) dikutip.
Hal yang paling ditentang adalah kekhawatiran bahwa kebijakan tersebut akan berdampak negatif terhadap keberlanjutan pertanian tembakau nasional. Nana Suryana menjelaskan, penerapan kemasan rokok polos tanpa merek akan merugikan petani tembakau karena harga tembakau akan berfluktuasi dan tidak stabil tergantung permintaan pabrik rokok yang terkena dampak kebijakan tersebut.
“Jika pemerintah konsisten dan berkomitmen terhadap aturan ini, kerugian akan terus terjadi sepanjang tahun,” ujarnya.
Ditegaskannya, meski pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang dipimpin Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin kerap melontarkan narasi bahwa petani tembakau dan cengkeh bisa beralih ke tanaman lain, namun kenyataannya tidak sesederhana itu, tegasnya. imajinasi
“Kalau tidak sebanding dengan tembakau, maka petani tembakau tidak akan beralih ke tanaman lain. Mereka akan tetap memilih tanaman yang menawarkan pendapatan lebih baik,” ujarnya.
Ia juga mengatakan kesejahteraan petani tembakau sudah membaik. Namun, fakta ini seringkali diputarbalikkan dan diabaikan dalam narasi anti-tembakau yang diusung oleh Kementerian Kesehatan dan LSM kesehatan. “Klaim petani tembakau tidak sejahtera hanyalah alasan klasik. Dibandingkan komoditas lain, kesejahteraan petani tembakau di daerah sebenarnya lebih baik,” kata Suryana.
Kemasan rokok polos tanpa merek menimbulkan permasalahan kebijakan