sarkarinaukrirojgar.com, JAKARTA – Profesor Kumba Digdoviceso dari Universitas Nasional meminta semua pihak bersikap realistis terhadap permasalahan yang dihadapi. Pengacara Profesor Kumba, Ahmed Zobari, mengatakan tuduhan terhadap kliennya tidak benar.
Ahmed menegaskan, Profesor Kumba akan mengikuti proses verifikasi Tim Pencari Fakta (TPF) yang dibentuk UNAS. TPF ini menegaskan bahwa tuduhan yang dilontarkan media adalah tidak benar. Ahmed Zobari menambahkan bahwa salah satu tuduhan tidak benar dilontarkan terhadap Kumba Digdauseso pada tahun 2010. Mereka menggunakan 160 artikel untuk menjadi guru besar pada tahun 2023 dan 2024.
“Proses penanganan Kumba Digdowiseiso sebagai guru besar akan dimulai pada tahun 2021. Untuk menjadi guru besar, Kumba Digdowiseiso hanya akan menggunakan publikasi sebelum tahun 2023,” kata Ahmad Zobari di Jakarta, Minggu (21/4/2024).
Oleh karena itu, tudingan Profesor Kumba Digdowieseso menggunakan 160 pasal tersebut untuk proses kepengurusan tahun 2023 dan 2024 adalah tidak benar. Selain itu, 98% dari 160 naskah atas nama Kumba Digadoiseso merupakan rekan penulis dan 2% merupakan penulis tunggal atau pertama atas nama Kumba Digadoiseso.
Prof. Menurut kuasa hukum Kumba, penerbitan naskah artikel tersebut terkait dengan pemenuhan tanggung jawab pemberian pengakuan Lamemba (Akreditasi Mandiri Bidang Ekonomi, Bisnis Manajemen & Akuntansi) bagi mahasiswa dan guru di enam program studi pada tahun 2024. . Naskah teks tersebut menyertakan Kumba Digdowizaiso sebagai rekan penulis, suatu bentuk pemikiran kolaboratif dengan siswa dan guru. Hal ini dilakukan karena keterbatasan tenaga kerja, jaringan atau bahasa.
“Kumba Digdowizaiso merasa bertanggung jawab membantu guru dalam melakukan publikasi. Bantuan ini dilakukan untuk mendukung promosi guru yang pada akhirnya akan berujung pada pengakuan,” kata Ahmed Zobari.
Merujuk pada pernyataan Kumba Digdowicz, Ahmed Zobari mengatakan: “Sebagai guru besar, harus dilakukan operasi pemisahan. Ini merupakan jenis transplantasi yang sesuai dengan persyaratan juklak PAK Dikti. Sebuah publikasi.”