sarkarinaukrirojgar.com, Jakarta – Sepeninggal kartunis Babe Cabita pada 9 April 2024, anemia aplastik menjadi perbincangan di masyarakat.
Pria bernama asli Priya Prayogha Pratama Bin Irsyad Tanjung ini didiagnosis menderita anemia aplastik enam bulan sebelum menghilang.
Tak lama setelah kabar duka tersebut, dibagikan gambar obat sakit kepala yang di dalamnya tertera efek samping anemia aplastik pada keterangan kemasan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran masyarakat dan mendapat tanggapan dari para ahli.
Salah satu pembicara adalah Dr apt Zullies Ikawati, guru besar fakultas farmasi Universitas Gadjah Mada. Menurutnya, anemia aplastik akibat penggunaan obat jarang terjadi.
“Anemia aplastik akibat pengobatan jarang terjadi. Apalagi obat sakit kepala yang hanya digunakan jangka pendek bila diperlukan,” kata Zullies dalam keterangan resmi yang diperoleh Health sarkarinaukrirojgar.com pada Selasa, 23 April 2024.
Ia menyatakan, efek anemia aplastik hanya dapat terjadi pada dosis tinggi dalam jangka panjang, dan tidak selalu terjadi pada semua orang.
Meskipun Zullies sangat jarang terjadi, hal ini tidak meniadakan fakta bahwa banyak obat yang menyebabkan anemia aplastik telah dilaporkan.
Selain obat sakit kepala akibat virus, beberapa obat yang dilaporkan berisiko menyebabkan anemia aplastik antara lain: Antibiotik kloramfenikol. Obat antiinflamasi nonsteroid seperti indometasin dan fenilbutazon. Golongan antibiotik antara lain sulfasalazine dan trimethoprim-sulfamethoxazole. Antikonvulsan yang digunakan untuk mengobati epilepsi, seperti karbamazepin dan fenitoin. Obat tiroid seperti propylthiouracil dan methimazole digunakan untuk mengobati hipertiroidisme. Obat sitotoksik dan kemoterapi. Obat antiretroviral untuk mengobati HIV/AIDS.
Zullies menambahkan, Badan Pengawas Obat Pasca Pemasaran Indonesia belum melihat adanya laporan anemia aplastik akibat obat.
Selain itu, obat sakit kepala yang dipasarkan di Indonesia telah memiliki izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“Gunakan sesuai petunjuk saja. Pada kemasannya terdapat informasi mengenai risiko terjadinya anemia aplastik yang menurut aturan BPOM harus dicantumkan, meski kejadiannya sangat jarang yaitu 1 kasus per 1 juta pengguna,” ujarnya.
Zullies mengimbau masyarakat tidak perlu khawatir mengonsumsi obat sakit kepala tersebut, meski dalam kemasannya terdapat informasi mengenai efek samping anemia aplastik.
Namun, jika Anda mengalami gejala sakit kepala terus-menerus dan tidak kunjung membaik dengan obat sakit kepala biasa, ia menyarankan untuk segera menemui dokter.
“Karena bisa saja merupakan gejala penyakit lain yang lebih serius. Pantau juga efek samping obat yang rutin diminum, terutama jika digunakan dalam jangka panjang atau dalam dosis tinggi,” ujarnya.
“Jika Anda mengalami gejala yang mencurigakan, seperti kelelahan yang tidak biasa, mudah memar, atau sering mengalami infeksi, sangat penting untuk segera menghubungi dokter,” tambahnya.
Salah satu obat yang diketahui mencantumkan efek samping anemia aplastik pada kemasannya adalah Paramex dari Konimek.
Saat dikonfirmasi tim Health sarkarinaukrirojgar.com melalui email, PT Konimex mengungkapkan, penambahan informasi efek samping anemia aplastik berdasarkan hasil proses registrasi obat.
PT Konimex selaku pemilik merek dan produk Paramex mengumumkan bahwa penambahan informasi efek samping risiko anemia aplastik merupakan hasil dari proses registrasi obat dan sesuai dengan peraturan yang menyertai Izin Edar BPOM. Nomor DTL 78130003810A1,” kata CEO PT Konimex Rachmadi Joesoef kepada Health sarkarinaukrirojgar.com melalui keterangan tertulis.
Paket Paramex juga berisi informasi aturan pakai dan dosis sesuai dengan peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Bila digunakan sesuai anjuran, Paramex aman digunakan.
“Ini hanya untuk digunakan pada sakit kepala dan sakit gigi, yang tentunya harus diminum jika gejala tersebut muncul dan dapat dihentikan setelah gejala mereda,” imbuhnya.